Rumah kami terletak di sebuah perumahan yang sepi. Satu perumahan cuma ada 20 rumah. Dan tidak semua rumah memiliki anak yang berusia TK atau SD.
Itu salah satu faktor awal, Sulung saya mempunyai teman sedikit.
Kurang lebih 15 bulan yang lalu saya resmi memasukkannya ke sebuah TK Tahfizh plus di Banjarbaru.
Perdana masuk dia tidak pakai adegan tangis menangis. Setiap pulang selalu membawa cerita yang seru ataupun pesan ilmu dari ustadzahnya di sekolah.
Namun setelah satu bulan, tepatnya saat membayar SPP. Seorang ustadzah cerita kepada saya, yang katanya Hilya orangnya pemalu saat di sekolah. Bahkan ada seorang ustadzah yang bilang " kami senang saat melihat senyum Hilya di hari yang kesekian " ( hati emak tetiba mbatin masak segitu nak kamu di sekolah 😅)
Pernah suatu hari si Sulung sampai rumah langsung memeluk saya sambil menangis sesenggukan. Dia bilang ke saya katanya tidak punya teman di sekolah.
Maasya Allah nak, segitunya dirimu. Akhirnya saat itu tiap Weekend minimal 2 weekend sekali kami jadwalkan untuk silaturahmi ke rumah teman-teman kelasnya.
Selain mengajaknya silaturahmi, saya juga membondingnya selalu, kalau semua temen dan ustadzah di sekolah adalah orang baik.
Saya sempat berpikiran juga kalau si Sulung ini anaknya pemalu. Tapi beberapa minggu ini, saya mengubah cara pikir saya.
Merubah kelemahan dia menjadi sebuah keunikan tersendiri.
Si sulung bukan anak pemalu, tetapi dia membutuhkan waktu lebih untuk adaptasi.
Si sulung anak pemberi dan sayang semua teman, tetapi dia tipe anak yang suka mendengarkan bonding dari umminya.
Terbukti dari beberapa kegiatan akhir weekend ini, saya ajak anak-anak mengiku beberapa kegiatan di komunitas @Institut.Ibu.Profesional. Seperti seminar dan kelas Boga. Si sulung cepat akrab bahkan sesampainya di rumah, dia mengingat teman yang baru dikenalnya tadi.
Si sulung yang katanya pendiam ini ternyata tipe orang penyimak sejati dan sangat dalam menyimpan memori apapun yang di sampaikan guru atau temannya.
Siang ini dia menyampaikan kabar ke saya kalau salah satu ustadzahnya ada yang mau menikah, nanti setelah menikah mau ke Samarinda. Katanya Samarinda itu jauh harus naik bus lama sekali. Begitu tuturnya saat itu.
Saya sebagai ibunya akan terus berusaha memahami dunianya secara utuh, sehingga dapat memberikan terbaik dalam pengasuhan yang tepat dan pola bimbingan terbaik.
Berusaha agar tidak menjatuhkan anak dengan menyebutkan kelemahannya di depan telinganya. Tentu hal ini akan membuat dia menjadi berkecil hati.
Masih terngiang-ngiang "cemilan rabu" kemarin di Google class Bunda Sayang :
Kembangkanlah Kemampuan Anak kita, dan Kuburlah Kelemahannya (usth. munif chatib)
Kembangkanlah Kemampuan Anak kita, dan Kuburlah Kelemahannya (usth. munif chatib)
No comments:
Post a Comment