Mudik lebaran ke kampung halaman itu sangat membahagiakan hati baik untuk diri sendiri atau untuk keluarga bahkan bisa membuat pikiran menjadi refresh. Tetapi mudik lebaran bisa menyakitkan untuk 👛 💳 😅 bagi yang tidak punya tabungan.
Saya berasal dari kedua orang tua yang bertempat tinggal masih satu kota bahkan masih satu kecamatan, kalau mudik pasti hanya beberapa jam, dan perjalanan cuma membutuhkan waktu beberapa menit saja. Saat waktu masih kecil saya dan saudara saya sering ngeluh ke orangtua “ buk kalo lebaran mudiknya jangan dekat2”, “buk kalo lebaran jalan-jalannya yang jauh ke luar kota”
Bahkan saudara kedua orangtua saya domisilinya masih disitu-situ aja, pakde, bulek2, dan om masih sama satu kabupaten. 😅
Efek dari hal itu saya mempunyai keinginan kepingin dapat suami orang yang luar Kabupaten.
Dan finally ternyata suami saya orang beda provinsi, setelah nikah saya diajak ke luar Jawa.
Setelah menikah saya baru merasakan sensasi mudik, dan gak tanggung-tanggung mudiknya riwa riwi dari Kalimantan Selatan ke jatim baru lanjut ke jateng Demak kota wali kampung halaman saya.
Lebaran kali ini dua kalinya kami gak Mudik, yang perdana gak Mudik saat anak pertama masih bayi 🚼. Lebih terasa sedih saat lebaran kali ini, terutama si sulung hilya 5y saat mendengar suara Takbir dari masjid dan mushola disekitar, yang diucapkannya adalah : mik ayo kesana, hilya mau lihat suara itu. ( maksudnya suara takbir) si sulung masih inget memori saat lebaran di kampung halaman rumah nenek di Demak ada tradisi pawai malam takbiran hari raya.
Dan lagi-lagi yang bikin saya mellow saat kami lagi telpon keluarga di Jawa, si sulung nangis, mewek dan agak ngambek. Katanya “ disini sepi, hilya mau ke rumah mbah / 👵 👴. Nah itu ada suara siapa (ketika mendengar suara sorak ramai sepupu dia) , kok disana rame ”
Bersambung….
No comments:
Post a Comment